Kamis, 10 Mei 2018

MAKALAH MEMBANGUN KEBUN PERTANIAN ORGANIK


MAKALAH
MEMBANGUN KEBUN PERTANIAN ORGANIK


Disusun Oleh :
Zawad Mushappudin
NIRM.04.1.15.0717
Tingkat II A
Semester 3






JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN BOGOR
2016



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat  dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas makalah Sistem Pertanian Organik yang berjudul Membangun Kebun Pertanian Organik.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapak Dr.Ir. Soesilo Wibowo, MS selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Pertanian Organik.
2.      Ibu Wasissa Titi Ilhami, SP, MSi selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Pertanian Organik.
3.      Bapak Dahlan, SST Selaku Instruktur Mata Kuliah Sistem Pertanian Organik.
4.      Semua Pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam segala hal tidak ada kata yang sempurna, termasuk dalam pembuatan tugas makalah ini, untuk  itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun. Semoga tugas ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umunya.




     Bogor, Oktober 2016

                                                                                         Penulis




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................  1
1.2 Tujuan............................................................................................... 2
1.3 Manfaat............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4     
2.1 Pengertian Pertanian Organik........................................................... 4     
2.2 Tujuan Pertanian Organik................................................................. 5
2.3 Prinsip-Prinsip Pertanian Organik.................................................... 6
2.4 Perkembangan Pertanian Organik Di Indonesia............................... 7
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................. 9
3.1 Membangun Kebun Pertanian Organik............................................ 9
3.2 Prinsip Dasar Budidaya Pertanian Organik...................................... 9
3.3 Langkah-Langkah Membangun Kebun Pertanian Organik.............. 11
3.4 Aspek Penting Dalam Kebun Pertanian Organik............................. 16
3.5 Permasalahan Pertanian Organik di Indonesia................................. 16
BAB IV PENUTUP........................................................................................ 24
4.1 Kesimpulan....................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 25



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan pada tahun 1960-an yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang tidak terkendali. Sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk kimia dan pestisida dapat merusak tanah yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas tanah, sehingga berkembang pertanian organik. Pertanian organik sebenarnya sudah sejak lama dikenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia, semuanya dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Pertanian organik modern didefinisikan sebagai sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Pengelolaan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan. Prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan.
Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi (IFOAM, 2008).
Bagi negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, pangan organik masih merupakan hal yang baru dan mulai popular sekitar 4-5 tahun lalu. Damardjati (2005) mengatakan bahwa permintaan pangan organik meningkat di seluruh dunia dan jika Indonesia bisa memenuhi kebutuhan ini dan bisa meningkatkan eksport produk organik,akan meningkatkan dayasaing usaha pertanian (agribisnis) di Indonesia dan dapat meningkatkan devisa dan


pendapatan rumah tangga tani. Produk pertanian organik utama yang dihasilkan Indonesia adalah padi, sayuran, buah-buahan, kopi, coklat, jambu mete, herbal, minyak kelapa, rempah-rempah dan madu. Diantara komoditi-komoditi tersebut, padi dan sayuran yang banyak diproduksi oleh petani skala kecil untuk pasar lokal. Tidak ada data statistik resmi mengenai produksi pertanian organik di Indonesia. Namun perkembangan ekonomi dan tingginya kesadaran akan kesehatan, merupakan pemicu berkembang cepatnya pertumbuhan permintaan produk organik.

Pertanian organik belum sepenuhnya memasyarakat, baik oleh petani sendiri maupun oleh pemerintah yang telah mencanangkan program kembali ke organik (go organic) tahun 2010. Walaupun program kembali ke organik tidak berjalan seperti apa yang diharapkan, namun Indonesia masih mempunyai peluang untuk mengembangkan pertanian organik dengan potensi yang dimilikinya. Dalam tulisan ini dipaparkan pengembangan pertanian organik di Indonesia dalam rangka meningkatkan produksi pangan yang aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes), serta dapat meningkatkan pendapatan petani dan devisa.

1.2.Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
a.       Memberikan pengetahuan tentang pengertian pertanian organik.
b.      Memberikan pengetahuan tentang prinsip-prinsip pertanian organik.
c.       Memberikan wawasan tentang perkembangan pertanian organik di Indonesia.
d.      Memberikan pengetahuan tentang langkah-langkah membangun kebun pertanian organik.
e.       Memberikan pengetahuan tentang permasalahan dalam membangun kebun pertanian organik.
1.3.Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah membangun kebun pertanian organik adalah sebagai berikut :

1.      Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai membangun kebun pertanian organik.
2.      Dapat digunakan untuk memberikan masukan dalam meningkatkan pertanian organik di Indonesia.
3.      Dapat menjadi referensi bacaan tentang membangun kebun pertanian organik.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pertanian Organik
Pertanian organik merupakan sebuah bentuk solusi baru guna menghadapi ‘kebuntuan’ yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis dalam dunia pertanian sekarang ini. Dapat disaksikan, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni (Heriawan, 2009).
Pertanian organik menurut Bahar (2007) dapat diartikan sebagai praktek pertanian secara alami menggunakan pupuk organik dan sedikit mungkin melakukan pengolahan tanah. Bila sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani kita untuk menerapkannya. Oleh karena itu, pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan prinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
Pertanian organik (Organik Farming) adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan (IASA, 1990).
Seymour (1997) dalam Salikin (2003) menjelaskan kriteria sistem pertanian organik yang diberikan oleh IFOAM (International Federation Of Agriculture Movement) setidaknya harus memenuhi enam kriteria standar. Kriteria tersebut antara lain:
1.      Lokalita, pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi lokalita yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan baku dari sekitanya.

2.      Perbaikan tanah, pertanian organik berupaya menjaga, merawat, dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui pemupukan organik, pergiliran tanaman, konservasi lahan, dan sebagainya.
3.      Meredam polusi, pertanian organik dapat meredam polusi air dan udara dengan menhindari pembuangan limbah dan pembakaran sisa-sisa tanaman secara sembarangan serta menghindari penggunaan bahan sintetik yang dapat menjadi sumber polusi.
4.      Kualitas produk, pertanian organik menghasilkan produk-produk pertanian berkualitas yang memenuhi standar mutu gizi dan aman bagi lingkungan serta kesehatan.
5.      Pemanfaatan energi, pengelolaan pertanian organik menghindari sejauh mungkin penggunaan energy dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil (pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar minyak).
6.      Kesempatan kerja, para petani organik memperoleh kepuasan danmampu menghargai pekerja lainnya dengan upah yang layak.
Ketahanan atau keberlanjutan dalam bidang pertanian berkaitan dengan tingkat produktivitas pertanian. Produktivitas pertanian tentunya dapat dipertahankan selama beberapa tahun di lokasi yang sama. Pertanian berkelanjutan terkadang digunakan sebagai sinonim untuk pertanian organik (Loomis dan Connor, 1992).
2.2. Tujuan Pertanian Organik
Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik adalah sebagai berikut:
1.      Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.
2.      Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan.
3.      Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.
4.      Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

5.      Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah erosi akibat pengolahan tanah yang intensif.
6.      Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimil iki petani secara turun temurun, dan merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.
7.      Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk, dan bahan kimia pertanian lainnya.
Menurut Sutanto (2002) adapun jangka pendek yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organikadalah sebagai berikut:
1.      Ikut serta menyukseskan program pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang sempit.
2.      Mengembangkan agribisnis dengan jalan menjalin kemitraan antara petani sebagai produsen dan para pengusaha.
3.      Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu bahan kimia pertanian lainnya dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.
4.      Mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya organik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan yang mampu meningkatkan pendapatan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.
5.      Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan, sehingga lahan mampu berproduksi secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan mendatang.
2.3. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik
1.      Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.




2.      Prinsip Ekologi
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.
3.      Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
4.      Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.
2.4. Perkembangan Pertanian Organik Di Indonesia
Pertanian organik modern di Indonesia diperkenalkan oleh Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB), dengan mengembangkan usahatani sayuran organik di Bogor, Jawa Barat pada tahun 1984 (Prawoto and Surono, 2005; Sutanto 2002). Pada tahun 2006, terdapat 23.605 petani organik di Indonesia dengan  luas area 41.431 ha, 0,09 % dari total lahan pertanian di Indonesia (IFOAM, 2008).
pada tahun 2008 meningkat secara tajam sebesar 409 % menjadi 208.535 ha. Pertumbuhan luas pertanian organik dari tahun 2008 hingga 2009 tidak terlalu signifikan, hanya 3 %. Luas area pertanian organik Indonesia tahun 2010 adalah 238,872.24 ha, meningkat 10 % dari tahun sebelumnya  (2009). Namun pada tahun 2011 menurun 5,77 % dari tahun sebelumnya menjadi 225.062,65 ha. Penurunan terjadi Karena menurunnya luas areal pertanian organik tersertifikasi sebanyak 13 %. Hal ini disebabkan karena jumlah pelaku (petani madu hutan) tidak lagi melanjutkan sertifikasi produknya tahun 2011. Semakin luasnya pertanian organik, diharapkan bisa memberikan manfaat yang lebih luas dalam pemenuhan permintaan masyarakat akan pangan yang sehat dan berkelanjutan. Pertanian organik saat ini telah berkembang secara luas, baik dari sisi budidaya, sarana produksi, jenis produk, pemasaran, pengetahuan konsumen dan organisasi/ lembaga masyarakat yang menaruh minat (concern) pada pertanian organik.

Menurut Inawati (2011), berkembangnya produsen dan komoditas organik ini karena pengaruh gaya hidup masyarakat sebagai konsumen yang mulai memperhatikan pentingnya kesehatan dan lingkungan hidup dengan menggunakan produk organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis buatan. Selain itu juga karena mulai berkembangnya bisnis produk organik. Selain terus bertambahnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian organik, Aliansi Organis Indonesia juga mencatat semakin meningkatnya jumlah produsen komoditas organik, demikian juga ragam komoditas organik yang dibudidaya, merk dagang organik, dan pemasok ke pengecer seperti super market dan restoran besar.
Luas areal pertanian organik Indonesia tahun 2011 dikelola oleh ribuan produsen, termasuk didalamnya petani kecil,yang umumnya tergabung dalam kelompok tani dan disertifikasi dengan sistem ICS (Internal Control System). Dari beberapa tipe lahan organik dalam SPOI 2011, total jumlah produsen adalah 12.512 (termasuk petani kecil dan perusahaan). Nilai ini menurun 10 persen dari tahun 2010 (13.794). Selain produsen, pelaku organik lainnya adalah prosesor dan eksportir sebanyak 71. Pelaku-pelaku organik lainnya di Indonesia yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi baik nasional maupun internasional dan pedagang yang sangat berperan dalam perkembangan pertanian organik di Indonesia. Terdapat 8 lembaga sertifikasi Internasional yang teridentifikasi beroperasi di Indonesia, yaitu : IMO (Institute for Market Ecology), Control Union, NASAA (National Association of SustainableAgriculture of Australia), Naturland, Ecocert, GOCA (Guaranteed Organic CertificationAgency), ACO (Australian Certified Organic), dan CERES (Certification of Environmental Standards). Lembaga sertifikasi nasional saat ini yang telah terakreditasi KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan diakui OKPO (Otoritas Kompeten Pangan Organik) adalah: BIOcert (Bogor), INOFICE (Bogor), Sucofindo (Jakarta), LeSOS, Mutu Agung (Depok), PT Persada (Yogyakarta) dan LSO Sumbar (Padang).




BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Membangun Kebun Pertanian Organik
Walaupun membuat kebun organik jarang dilakukan oleh sebagian orang, tapi ini tidak terlalu sulit untuk memulai berkebun organik. Ini pada dasarnya sama dengan berkebun biasa hanya saja Anda tidak akan menggunakan pupuk atau pestisida kimia sama sekali. Jika Anda sudah memiliki kebun sayur dan Anda ingin membuatnya organik, itu adalah kesempatan yang baik untuk beralih secara bertahap.
Salah satu tugas dasar yang Anda perlukan adalah memulai membuat kebun organik adalah kompos. Anda dapat mulai dengan menggali lubang kompos di sudut halaman Anda, di mana Anda sering membuang potongan sayuran Anda, kulit buah, daun, pohon kering, dan bahan organik lain yang biasanya akan membuang ke tempat sampah. Seiring waktu, sampah akan berubah menjadi kompos.
Salah satu tantangan terbesar yang mungkin harus di hadapi ketika memulai membuat kebun organik adalah menyingkirkan hama. Hal ini sangat sulit jika menggunakan  penyemprotan pestisida pada tanaman, seperti apa yang kebanyakan orang lakukan. Dalam berkebun organik, pestisida kimia tidak digunakan sama sekali. Tetapi perlu untuk menemukan pengganti organik atau menemukan metode lain untuk merawat hama pada tanaman.
Ada banyak pestisida alami yang dapat di gunakan untuk memberantas hama kebun organik. Mungkin hanya perlu mencoba beberapa bahan pembasmi hama alami, sebelum menemukan mana terbaik. Pestisida alami seperti : Cabe rawit, abu kayu, jus lemon, tanah diatom, dan minyak nimba. Dalam kasus apapun, yang terbaik adalah waspada sehingga dapat mengatasi masalah hama sebelum hama merusak tanaman organik selain itu juga, bisa menggunakan pestisida nabati untuk memberantas hama.
3.2. Prinsip Dasar Budidaya Pertanian Organik
Prinsip Dasar Budidaya Pertanian Organik yang dirumuskan oleh IFOAM, Internasional Federation Of Organic Agriculture Movements

(IFOAM, 1992) tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyarpatan-persyarpatan sebagai berikut :

1)      Lingkungan
Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang tidak diizinkan. Lahan yang sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun perlu konversi selama 2 tahun dengan pengelolaan berdasarkan prinsip pertanian organik.
2)      Bahan Tanaman
Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak negative terhadap lingkungan.
3)      Pola Tanam
Pola Tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan.
4)      Pemupukan dan Zat Pengatur Tunbuh
Bahan organik sebagai pupuk adalah sebagai berikut :
·         Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara orgoanik.
·         Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain, urin ternak dan lain-lain bahan organik asalkan tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
·          Pupuk buatan (mineral).
·         Urea, ZA, SP36/TSP dan KCL tidak boleh digunakan.
·         K2SO4 (kalium sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/Ha, kapur, kieserite, dolomite, fosfat buatan boleh digunakan.
·         Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan.
5)      Pengelolaan Organisme Pengganggu
·         Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM.
·         Pestisida hayati atau nabati diperbolehkan.



3.3. Langkah-Langkah Membangun Kebun Pertanian Organik
Di Indonesia pertanian organik mulai populer di era 80-an. Dimana gerakan revolusi hijau yang digagas pemerintah pada akhir tahun 70-an mulai menunjukkan dampak negatifnya. Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia dituduh sebagai pemicu kerusakan lingkungan pertanian dan kesehatan manusia.
Ada banyak dasar pemikiran yang memotivasi seorang petani mempraktekkan pertanian organik. Praktek yang paling ekstrim bahkan sangat meminimalkan intervensi manusia. Petani hanya bertugas sebagai penebar benih dan pemetik hasil saja. Ada juga yang sangat longgar, masih mentoleransi penggunaan bahan-bahan kimia sintetis tertentu apabila diperlukan.
a.       Penyiapan lahan
Lahan untuk pertanian organik harus terbebas dari residu pupuk dan obat-obatan kimia sintetis. Proses konversi lahan dari pertanian konvensional ke pertanian organik membutuhkan waktu setidaknya 1-3 tahun. Selama masa transisi, produk pertanian yang dihasilkan belum bisa dikatakan organik karena biasanya masih mengandung residu-residu kimia.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah lingkungan disekitar lahan. Pencemaran zat kimia dari kebun tetangga bisa merusak sistem pertanian organik yang telah dibangun. Zat-zat pencemar bisa berpindah ke lahan organik kita karena dibawa oleh air dan udara.
Selain zat pencemar, pemakaian obat-obatan dari kebun tetangga bisa menyebabkan hama dan penyakit lari ke lahan pertanian organik. Tentunya hama akan mencari lahan-lahan yang bebas racun, dan sialnya kebun organik akan menjadi sasaran empuk.
Untuk menyiasati hal tersebut, bisa menggunakan tanaman pagar. Beberapa jenis tanaman pagar memiliki kemampuan sebagai penyerap bau, bahan kimia, dan pengusir hama. Selain itu, hijauan dari tanaman pagar bisa digunakan sebagai bahan pupuk organik.


b.      Kondisi pengairan
Kondisi pengairan atau irigasi menjadi penentu juga dalam pertanian organik. Akan menjadi sia-sia apabila kita menerapkan pertanian organik sementara air yang mengaliri lahan kita banyak mengandung residu bahan kimia. Tentunya lahan kita beresiko tercemar zat-zat tersebut. Pada akhirnya produk pertanian organik kita tidak steril dari racun-racun kimia.
Untuk mengakali hal ini, pilih lahan yang mempunyai pengairan langsung dari mata air terdekat. Kalau sulit kita bisa mengambil air dari saluran irigasi yang agak besar. Kadar residu kimia dalam saluran air yang besar biasanya sangat rendah, dan airnya masih bisa digunakan untuk pertanian organik. Hindari mengambil air dari limpahan kebun atau sawah konvensional.
Selain itu, bisa juga dibuat unit pemurnian air sendiri. Air dari saluran irigasi ditampung dalam sebuah kolam yang telah direkayasa. Kemudian air keluaran kolam dipakai untuk mengairi kebun organik.
c.       Penyiapan benih tanaman
Benih yang digunakan dalam pertanian organik harus berasal dari benih organik. Apabila benih organik sulit didapatkan, untuk tahap awal bisa dibuat dengan memperbanyak benih sendiri. Perbanyakan bisa diambil dari benih konvensional.
Caranya dengan membersihkan benih-benih tersebut dari residu pestisida. Untuk menjadikannya organik, tanam benih tersebut lalu seleksi hasil panen untuk dijadikan benih kembali. Gunakan kaidah-kaidah pemuliaan dan penangkaran benih pada umumnya.
Jangan mengawetkan benih dengan pestisida, fungisida atau hormon-hormon sintetis. Gunakan metode tradisional untuk mengawetkannya. Benih yang dihasilkan dari proses ini sudah bisa dikatakan benih organik. Hal yang perlu dicatat, benih hasil rekayasa genetika tidak bisa digunakan untuk sistem pertanian organik.



d.      Pupuk dan penyubur tanah
Pemupukan dalam pertanian organik wajib menggunakan pupuk organik. Jenis pupuk organik yang diperbolehkan adalah pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos dan variannya, serta pupuk hayati. Untuk mengetahui lebih detailnya silahkan baca jenis-jenis pupuk organik.
Pertanian organik juga bisa menggunakan penyubur tanah atau disebut juga pupuk hayati. Penyubur tanah ini merupakan isolat bakteri-bakteri yang bisa memperbaiki kesuburan tanah. Saat ini pupuk hayati banyak dijual dipasaran seperti EM4, Biokulktur, dll. Pupuk hayati juga bisa dibuat sendiri dengan mengisolasi mikroba dari bahan-bahan organik.
Dalam permentan bahan-bahan tambang mineral alami seperti kapur dan belerang masih ditoleransi untuk digunakan pada pertanian organik. Berikut daftar bahan mineral yang bisa digunakan dalam pertanian organik:
·         Dolomit
·         Gipsum
·         Kapur khlorida
·         Batuan fosfat
·         Natrium klorida
e.       Pengendalihan hama dan penyakit
Pengendalian hama dalam pertanian organik sebaiknya menerapkan konsep pengendalian hama terpadu. Hal-hal yang terlarang adalah menggunakan obat-obatan seperti pestisida, fungisida, herbisida dan sejenisnya untuk membasmi hama.
Pengendalian organisme penganggu tanaman bisa memanfaatkan:
·         Pemilihan varietas yang cocok.
·         Rotasi tanaman.
·         Menerapkan kultur teknis yang baik, seperti pengolah tanah, pemupukan, sanitasi lahan, dll.
·         Memanfaatkan musuh alami atau predator hama.
·         Menerapkan eksosistem pertanian yang beragam, tidak monokultur.

Apabila terpaksa, misalnya terjadi ledakan hama atau penyakit, bisa digunakan juga pemberantasan hama dengan pestisida alami atau pestisida organik. Silahkan baca mengenai pestisida organik.
f.        Penanganan pasca panen
Proses pencucian atau pembersihan produk hendaknya menggunakan air yang memenuhi standar baku mutu organik. Hindari air yang sudah tercemar zat-zat kimia sintetsis. Gunakan juga peralatan yang tidak terkontaminasi zat-zat kimia.
Dalam penyimpanan dan pengangkutan produk organik sebaiknya tidak dicampur dengan produk non organik. Untuk memberikan nilai tambah, sebaiknya kemas produk-produk organik dengan bahan yang ramah lingkungan dan bisa di daur ulang.
g.      Sertifikasi pertanian organik
Untuk kepentingan pemasaran dan meningkatkan kepercayaan konsumen, ada baiknya produk organik disertifikasi. Dewasa ini banyak lembaga yang bisa memberikan sertifikasi organik. Mulai dari yang berbayar hingga gratis.
Kedepannya, Permentan Sistem Pertanian Organik akan mengatur lembaga-lembaga sertifikasi organik. Tujuannya untuk memudahkan kontrol dan melindungi konsumen pangan organik. Sebagai petani produsen, kita harus pandai-pandai dalam memilih sertifikasi organik. Kita harus bijak dalam mengeluarkan biaya sertifikasi. Jangan sampai biaya sertifikasi menjadi beban.
Selain sertifikasi, bisa dikembangkan alternatif lain untuk meyakinkan konsumen dengan kampanye. Misalnya gerakan untuk membeli pangan lokal, semakin lokal semakin baik. Jalinlah komunikasi dengan konsumen secara langsung. Undanglah sesekali konsumen untuk melihat kebun produksi. Know your farm is know your food!
h.      Pemasaran pertanian organik
Pola pemasaran produk pertanian organik bisa menggunakan pola lama ataupun pola-pola baru. Hasil pertanian organik masih bisa bersaing dipasar konvensional, karena meski biaya operasionalnya lebih besar tapi

inpu-input produksinya lebih murah. Namun apabila ingin mendapatkan insentif harga sebaiknya dijual ke pasar moderen atau penjualan langsung.
1.       Pasar tradisional
Pasar ini merupakan pasar pertanian tertua. Untuk memasok pasar jenis ini biasanya melalui rantai para pedagang pengepul dan tengkulak yang ada sampai hingga ke pelosok desa. Kelebihan sistem ini adalah mudah. Petani tidak harus jemput bola tinggal nunggu di lahan, bahkan biasanya proses panen pun dilakukan pedagang pengepul.
Banyak petani yang lebih nyaman dengan sistem ini karena kemudahan tersebut. Bahkan beberapa tengkulang dan pengepul mau meminjamkan modal untuk produksi musim tanam berikutnya. Walaupun seringkali hal ini menjadi jeratan bagi petani.
Kelemahan dari sistem ini adalah harganya yang rendah. Apalagi bila produk pertanian dibeli dengan sistem ijon atau dibeli sebelum panen.
2.      Pasar moderen
Ada dua pola untuk memasuki pasar moderen, yaitu dengan memasoknya langsung dan melalui perusahaan pemasok. Untuk memasok langsung, produsen harus memiliki modal dan relasi yang cukup. Karena biasanya barang yang masuk tidak dibayar secara langsung. Hal ini bisa disiasati dengan membentuk koperasi petani organik.
Sebagian petani organik, ada juga yang menjual hasil panennya ke perusahaan pemasok pasar moderen. Dalam hal ini yang mempunyai kontrak dengan pasar moderen adalah perusahaan pemasok. Petani menjual kepada perusahaan pemasok.
3.      Penjualan langsung
Alternatif dari sistem-sistem pemasaran diatas adalah dengan melakukan penjualan langsung. Petani memasarkan hasil panen secara langsung ke konsumen. Biasanya dalam bentuk paket-paket yang disesuaikan dengan hasil panen.

Paket dikirimkan langsung ke konsumen yang berlangganan. Jenis dan maca sayuran disesuaikan antara kebutuhan konsumen dan musim tanam. Untuk menjalankan sistem seperti ini, petani wajib menerapkan sistem multiklutur agar produk yang dihasilkan tidak monoton. Kalau sulit dipenuhi sendiri, petani produsen bisa membentuk kelompok.
3.4.   Aspek Penting Dalam Kebun Pertanian Organik
Dalam pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah mengikuti aturan berikut:
·         Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik,
·         Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman,
·         Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
·         Penanganan pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.
3.5.   Permasalahan Pertanian Organik di Indonesia
Berdasarkan perkembangan pertanian organik periode tahun 2001 hingga 2006, ditemui beberapa permasalahan yang terkait dengan budidaya, sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumber daya manusia, kelembagaan dan regulasi.
a.      Budidaya
Permasalahan yang berkaitan dengan budidaya pertanian organik antara lain :
1)      Luas lahan yang menerapkan sistem pertanian organik relatif kecil dan terletak di sekitar lahan budidaya non organik (konvensional).
Lahan yang digunakan untuk budidaya pertanian organik secara umum relatif kecil dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk

budidaya pertanian non organik (konvensional). Hal ini terkait dengan kepemilikan lahan petani yang kecil sehingga ketika petani tersebut merubah sistem budidayanya menjadi pertanian organik,  luas lahan yang digarap atau diusahakan hanya seluas lahan yang dimilikinya. Demikian halnya dengan lahan yang diusahakan oleh kelompok tani organik, luasannya masih kecil karena tidak semua anggota dalam kelompok tani tersebut merubah budidaya pertaniannya dari konvensional ke organik.
Kecilnya lahan yang diusahakan, juga terbentur pada lokasi lahan yang berada di sekitar lokasi atau di tengah lokasi budidaya pertanian konvensional. Posisi lokasi seperti ini menimbulkan beberapa kerawanan dalam menjalankan budidaya pertanian organik dan menjaga status organik lahan, air serta produk yang dihasilkan. Besar kemungkinkan, lahan yang diusahakan secara organik terkena pencemaran pestisida kimia, pupuk kimia dan cemaran bahan kimia lainnya dari pertanian konvensional melalui air dan udara.
2)      Sumber air yang ada sudah tercemar pupuk, pestisida dan bahan kimia lainnya.
Sumberdaya air sangat berperan dalam menunjang keberhasilan usaha pertanian, tidak terkecuali pertanian organik. Budidaya pertanian organik memiliki kekhasan yaitu dengan dipersyaratkannya minimal cemaran dari bahan-bahan kimia sintetis yang berasal dari lingkungan sekitar.
Berkaitan dengan sumber daya air, saat ini kondisi sumber air di sentra-sentra pertanian telah tercemar bahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida kimia. Kondisi ini menjadi masalah bagi petani organik, karena untuk mendapatkan air yang bebas atau minimal bahan pencemar harus dilakukan dengan cara:
·         Mencari sumber air alternatif seperti sumur bor.
·         Membuat saluran air dari bagian hulu sungai.
·         Mengolah air terlebih dahulu dengan cara mengendapkan atau memberi perlakuan agar dihasilkan air yang sudah tidak tercemar.

3)      Kawasan lahan budidaya berada jauh dari akses transportasi.
Salah satu lokasi yang sesuai untuk budidaya pertanian organik adalah di daerah yang masih minim pencemaran lingkungannya. Lokasi seperti ini biasanya berada jauh dari akses transportasi. Padahal transportasi merupakan salah satu sarana untuk mendistribusikan sarana pertanian dan membawa hasil pertanian organik.
Minimnya akses transportasi pada lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk budidaya pertanian organik (karena minim pencemaran lingkungan) menimbulkan beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya mendistribusikan bahan input atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida organik, benih, dan peralatan kerja; (b). sulitnya membawa hasil/produk pertanian organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya untuk transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian organik.
4)      Benih Organik belum cukup tersedia
Minimnya benih organik disebabkan karena institusi penghasil benih (kelompok tani atau perusahaan benih) belum memproduksi benih organik. Oleh karena itu benih yang digunakan oleh petani organik, saat ini pada umumnya masih berupa benih konvensional.
5)      Tidak semua varietas adaptif terhadap budidaya pertanian organic
Pola budidaya pertanian organik lebih mengutamakan daya adaptif tanaman/varietas terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Beberapa varietas tidak cukup adaptif terhadap pola budidaya dan kondisi lingkungan yang tercipta oleh sistem ini. Hal ini dikarenakan varietas tersebut telah dikondisikan untuk adaptif pada pupuk kimia, pestisida kimia dan perlakuan budidaya lainnya secara konvensional.
6)      Sulit mencari petakan lahan untuk budidaya.
Tidak semua lokasi memenuhi syarat untuk dijadikan lokasi pertanian organik, karena ketidaksesuaian kondisi lingkungan mikro dan makro. Kondisi lingkungan tersebut meliputi: kualitas air, konversi lahan, lingkungan sekitar lokasi budidaya.

7)      Serangan hama/penyakit tanaman
Keberhasilan usaha pertanian organik juga terkait dengan faktor nutrisi tanaman dan gangguan/serangan hama dan penyakit tanaman. Kondisi yang terjadi saat ini, faktor nutrisi tanaman telah dapat diatasi dengan baikdengan dihasilkannya beragam nutrisi tanaman yang berstatus organik. Lain halnya dengan bahan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman masih sedikit dan terbatas pada jenis hama dan penyakit tertentu. Kondisi ini menyebabkan masih tingginya serangan hama dan penyakit tanaman yang belum bisa diatasi oleh pelaku pertanian organik.
8)      Penyakit hewan
Penyakit hewan saat ini meningkat kejadiannya dan jenis penyebabnya. Penyakit hewan ini juga menginfeksi ternak yang dibudidayakan secara organik. Diperlukan jenis obat dan vitamin yang memenuhi kriteria organik untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit hewan. Saat ini jenis obat dan vitamin hewan tersebut belum tersedia secara luas.
9)      Adaptasi dan Perawatan
Ternak besar memerlukan adaptasi yang relatif lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan pola budidaya ternak organik. Adaptasi ini diperlukan untuk menyesuaikan jenis pangan, vitamin, obat dan sistem perawatan dalam peternakan organik. Ternak tersebut juga memerlukan perawatan yang intens sebagai budidaya secara organik.
b.      Sarana Produksi
Permasalahan yang berkaitan dengan sarana produksi pertanian organik antara lain :
1.      Belum tersedia secara merata pupuk kompos/pupuk organik.
2.      Pupuk organik digunakan pada pertanian organik untuk memperkaya hara dalam tanah dan menyehatkan tanaman. Pupuk organik dapat berupa pupuk padat (kompos) atau pupuk cair yang digunakan untuk

daun atau buah. Sebaran usaha pertanian organik yang luas belum ditunjang oleh produksi dan distribusi pupuk organik.
3.      Belum banyak tersedia pestisida organik untuk hama/penyakit tanaman.
4.      Sama halnya dengan pupuk organik, penyediaan pestisida organik juga mengalami kendala dalam hal produksi, jenis hama dan penyakit tanaman yang dapat dikendalikan, serta distribusinya ke masyarakat/petani organik.
5.      Belum banyak obat hewan organik.
6.      Obat hewan dengan status obat hewan organik belum banyak tersedia dipasaran, hal ini akan menyulitkan peternak organik untuk merawat dan meningkatkan kesehatan ternaknya.
7.      Perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang bebas dari bahan agrokimia sintetis.
8.      Harga sarana produksi organik relatif lebih mahal dan tingkat ketersediaannya di pasar terbatas.
9.      Teknologi penyediaan sarana produksi organik belum tersedia dengan mudah di tingkat lapangan/petani.
c.       Pengolahan
Permasalahan yang berkaitan dengan pengolahan pangan organik antara lain :
1.      Peralatan masih digunakan bersama untuk mengolah pangan organik dan non organik. Hal ini karena petani/peternak tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan peralatan yang khusus digunakan untuk pengolahan pangan organik.
2.      Belum banyak produk pangan organik olahan. Saat ini dipasaran lebih banyak dijumpai pangan organik segar. Masih sedikit pangan organik yang telah diolah, sehingga konsumen masih memiliki keterbatasan untuk mengkonsumsi/memilih produk pangan olahan organik.
3.      Belum banyak informasi mengenai pengolahan pangan organik. Informasi mengenai pengolahan pangan organik belum banyak dihasilkan dan disosialisasikan.

4.      Minimnya ketersediaan bahan pembantu (pemanis, pewarna, pengawet) dalam pengolahan pangan organik.  Pengolahan pangan organik memerlukan bahan tambahan pangan berupa pemanis, pewarna atau pengawet. Dalam hal pangan organik maka diperlukan bahan-bahan tersebut yang berkategori boleh digunakan untuk pengolahan pangan organik. Saat ini ketersediaan bahan tambahan pangan tersebut dipasaran masih sangat terbatas.
5.      Keterbatasan bahan kemasan yang memenuhi syarat untuk pangan organik. Pangan yang telah diolah perlu dikemas dalam kemasan yang dapat menjaga kualitas pangan. Kemasan yang masuk dalam kategori kemasan organik masih sedikit tersedia dipasaran.
d.      Pemasaran
Permasalahan yang berkaitan dengan pemasaran pangan organik antara lain:
1.      Minimnya pengetahuan teknis dan jalur-jalur pemasaran yang dikuasai oleh pelaku pengusaha organik.
2.      Jalur-jalur pemasaran pangan organik masih sedikit dan menganut pemasaran konvensional, sehingga berisiko untuk tercampur dengan pangan non organik.
3.      Mahalnya biaya transportasi pangan organik. Lokasi yang jauh dan minimnya sarana transportasi menyebabkan biaya transportasi/distribusi pangan organik dari lahan ke pasar menjadi tinggi.
4.      Minimnya tempat yang khusus dan memenuhi syarat untuk menjual pangan organik.
5.      Produsen atau pemasar pangan organik belum seluruhnya menggunakan tempat yang dikhususkan untuk memasarkan pangan organik. Masih terdapat pangan organik yang dipasarkan bersama-sama dengan pangan an-organik.
6.      Tempat pemasaran produk organik masih sedikit. Pemasaran pangan organik masih terkonsentrasi di kawasan tertentu, belum menyebar secara merata di setiap wilayah konsumen.

7.      Mahalnya  listing fee untuk setiap produk yang akan dipasarkan di supermarket.
8.      Produsen pangan organik umumnya petani atau kelompok tani yang tidak terlalu kuat secara finansial. Pemasaran menggunakan jaringan supermarket dapat meningkatkan volume penjualan, namun terkendala oleh biaya listing fee yang cukup tinggi dan sistem pembayaran dalam jangka waktu cukup lama di belakang.
9.      Kemasan kurang menarik. Pangan organik yang dipasarkan belum dikemas secara baik dan menarik, sehingga masih memunculkan kesan yang kurang menarik.
10.  Produk lokal/dalam negeri bersaing dengan produk impor. Produk impor pangan organik mulai banyak diperdagangkan di Indonesia. Produk impor lebih banyak produk pangan organik olahan dan diperdagangkan di tempat-tempat (supermarket) berjaringan internasional.
11.  Produk yang dipasarkan belum memiliki sertifikat organic
12.  Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik
13.  Belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut
e.       Sumberdaya Manusia
Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia untuk pengembangan  pertanian organik antara lain : Minimnya jumlah sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dalam bidang pertanian organik, baik petugas pembina, peneliti dan inspektur pertanian organik maupun pelaku usaha/petani
f.        Kelembagaan
Permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan pertanian organik meliputi :
1.      Kelembagaan sertifikasi . Lembaga sertifikasi pangan organik yang terakreditasi (2007) baru ada  1 perusahaan (instansi)  yaitu PT.

Sucofindo. Minimnya lembaga sertifikasi ini menyebabkan masih mahalnya biaya sertifikasi.

2.      Kelembagaan di tingkat petani. Kelembagaan di tingkat petani masih lemah. Pertanian organik sebaiknya dikelola dalam bentuk kelompok tani untuk meningkatkan luasan area pertanian organik, kemudahan penyediaan sarana produksi dan pemasarannya.
3.      Kelembagaan di tingkat pusat. Kelembagaan di tingkat pusat belum bersinergi dengan baik untuk menghasilkan kebijakan dan implementasi program secara terencana dan terkoordinasi dengan baik.
4.      Kelembagaan di tingkat daerah. Di tingkat daerah, kelembagaan yang menangani pangan organik baik milik swasta maupun pemerintah belum banyak terbentuk, sehingga menyebabkan pengembangan pangan organik masih berjalan secara parsial.
g.      Regulasi dan Pedoman
Permasalahan yang berkaitan dengan regulasi pertanian organik antara lain:
1)        Regulasi masih bersifat umum.
2)        Regulasi pangan organik masih bersifat umum berupa SNI.
3)        Sistem Pangan Organik dan masih sedikit regulasi yang bersifat khusus yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pertanian organik.
4)        Minimnya panduan/regulasi yang bersifat teknis dan praktis. Masih terbatas regulasi teknis dan praktis yang berkaitan dengan pertanian/pangan organik menyebabkan terjadinya perbedaan dalam aplikasi usaha pertanian/pangan organik.
5)        Belum tersebarnya/tersosialisasi regulasi dan pedoman yang telah ada secara luas dan merata.


BAB IV
PENUTUP
4.1.   Kesimpulan
Pertanian organik merupakan sebuah bentuk solusi baru guna menghadapi ‘kebuntuan’ yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis dalam dunia pertanian sekarang ini. Dapat disaksikan, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni.
Aspek penting dalam membangun pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah mengikuti aturan berikut:
·         Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik,
·         Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman,
·         Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
·         Penanganan pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.
Berdasarkan perkembangan pertanian organik periode tahun 2001 hingga 2006, ditemui beberapa permasalahan yang terkait dalam membangun kebun pertanian organik yaitu dalam kegiatan budidaya, sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumber daya manusia, kelembagaan dan regulasi.




DAFTAR PUSTAKA
Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta
Standar Nasional Indonesia 6729:2013 tentang Sistem Pertanian Organik.
Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Nurhidayati, dkk. 2008. E-book Pertanian Organik : Suatu Kajian Sistem Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan. Malang : Universitas Islam Malang.
Sutanto,R. 2006. Pertanian Organik. Yogyakarta: Gramedia
Soetriono, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang: Bayumedia
Sihotang, B. 2009. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian Organik.http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/submenu/informasi/berita/detailberita/100/1664. 14 Juli 2009. Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar