MAKALAH
MEMBANGUN KEBUN PERTANIAN ORGANIK
Disusun Oleh :
Zawad Mushappudin
NIRM.04.1.15.0717
Tingkat
II A
Semester
3
JURUSAN PENYULUHAN
PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN
BOGOR
2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan Tugas makalah Sistem Pertanian Organik yang berjudul Membangun
Kebun Pertanian Organik.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak
Dr.Ir. Soesilo Wibowo, MS selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Pertanian Organik.
2. Ibu
Wasissa Titi Ilhami, SP, MSi selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Pertanian Organik.
3. Bapak
Dahlan, SST Selaku Instruktur Mata Kuliah Sistem Pertanian Organik.
4. Semua
Pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam
segala hal tidak ada kata yang sempurna, termasuk dalam pembuatan tugas makalah
ini, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun. Semoga tugas ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umunya.
Bogor, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1
1.1 Latar
Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan...............................................................................................
2
1.3 Manfaat.............................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1 Pengertian Pertanian Organik........................................................... 4
2.2 Tujuan
Pertanian Organik.................................................................
5
2.3 Prinsip-Prinsip Pertanian Organik....................................................
6
2.4 Perkembangan Pertanian Organik Di Indonesia............................... 7
BAB III PEMBAHASAN..............................................................................
9
3.1 Membangun Kebun Pertanian Organik............................................
9
3.2 Prinsip Dasar Budidaya Pertanian Organik...................................... 9
3.3 Langkah-Langkah Membangun Kebun Pertanian Organik.............. 11
3.4 Aspek Penting Dalam Kebun Pertanian Organik............................. 16
3.5 Permasalahan Pertanian Organik di Indonesia................................. 16
BAB IV PENUTUP........................................................................................
24
4.1 Kesimpulan.......................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pertanian organik
merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan pada tahun 1960-an yang
menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan akibat pemakaian
pupuk dan pestisida kimia yang tidak terkendali. Sistem pertanian berbasis high
input energy seperti pupuk kimia dan pestisida dapat merusak tanah yang akhirnya
dapat menurunkan produktifitas tanah, sehingga berkembang pertanian organik.
Pertanian organik sebenarnya sudah sejak lama dikenal, sejak ilmu bercocok
tanam dikenal manusia, semuanya dilakukan secara tradisional dan menggunakan
bahan-bahan alamiah. Pertanian organik modern didefinisikan sebagai sistem
budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan
kimia sintetis. Pengelolaan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan,
ekologi, keadilan, dan perlindungan. Prinsip kesehatan dalam pertanian organik
adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan
tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua
komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan.
Pertanian organik
adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti,
siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang
dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai
standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi (IFOAM, 2008).
Bagi negara-negara
berkembang, khususnya Indonesia, pangan organik masih merupakan hal yang baru
dan mulai popular sekitar 4-5 tahun lalu. Damardjati (2005) mengatakan bahwa
permintaan pangan organik meningkat di seluruh dunia dan jika Indonesia bisa
memenuhi kebutuhan ini dan bisa meningkatkan eksport produk organik,akan
meningkatkan dayasaing usaha pertanian (agribisnis) di Indonesia dan dapat meningkatkan
devisa dan
pendapatan rumah tangga tani. Produk
pertanian organik utama yang dihasilkan Indonesia adalah padi, sayuran, buah-buahan,
kopi, coklat, jambu mete, herbal, minyak kelapa, rempah-rempah dan madu.
Diantara komoditi-komoditi tersebut, padi dan sayuran yang banyak diproduksi
oleh petani skala kecil untuk pasar lokal. Tidak ada data statistik resmi
mengenai produksi pertanian organik di Indonesia. Namun perkembangan ekonomi
dan tingginya kesadaran akan kesehatan, merupakan pemicu berkembang cepatnya
pertumbuhan permintaan produk organik.
Pertanian organik belum sepenuhnya memasyarakat, baik
oleh petani sendiri maupun oleh pemerintah yang telah mencanangkan program
kembali ke organik (go organic) tahun 2010. Walaupun program kembali ke organik
tidak berjalan seperti apa yang diharapkan, namun Indonesia masih mempunyai
peluang untuk mengembangkan pertanian organik dengan potensi yang dimilikinya.
Dalam tulisan ini dipaparkan pengembangan pertanian organik di Indonesia dalam
rangka meningkatkan produksi pangan yang aman dikonsumsi (food safety
attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah
lingkungan (eco-labelling attributes), serta dapat meningkatkan pendapatan
petani dan devisa.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
a. Memberikan
pengetahuan tentang pengertian pertanian organik.
b. Memberikan
pengetahuan tentang prinsip-prinsip pertanian organik.
c. Memberikan
wawasan tentang perkembangan pertanian organik di Indonesia.
d. Memberikan
pengetahuan tentang langkah-langkah membangun kebun pertanian organik.
e. Memberikan
pengetahuan tentang permasalahan dalam membangun kebun pertanian organik.
1.3.Manfaat
Manfaat dari
penyusunan makalah membangun kebun pertanian organik adalah sebagai berikut :
1.
Dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai membangun
kebun pertanian organik.
2.
Dapat
digunakan untuk memberikan masukan dalam meningkatkan pertanian
organik di Indonesia.
3.
Dapat
menjadi referensi bacaan tentang membangun kebun pertanian
organik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Pertanian Organik
Pertanian
organik merupakan sebuah
bentuk solusi baru guna menghadapi ‘kebuntuan’ yang dihadapi petani
sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis dalam dunia
pertanian sekarang ini. Dapat disaksikan, mulai dari pupuk,
insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah dibuat dari bahan-bahan
yang disintesis dari senyawa-senyawa murni (Heriawan, 2009).
Pertanian organik menurut Bahar (2007)
dapat diartikan sebagai praktek pertanian secara alami menggunakan pupuk
organik dan sedikit mungkin melakukan pengolahan tanah. Bila
sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini
tentunya sangatlah sulit bagi petani kita untuk menerapkannya. Oleh karena
itu, pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian
organik regenaratif, yaitu pertanian dengan prinsip pertanian disertai
dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari
bahan organik.
Pertanian organik (Organik Farming) adalah suatu
sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara
pengelolaan tanah dan tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan
organik atau alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan
pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan (IASA, 1990).
Seymour (1997) dalam Salikin (2003)
menjelaskan kriteria sistem
pertanian organik yang diberikan oleh IFOAM
(International Federation Of Agriculture Movement) setidaknya harus
memenuhi enam kriteria standar. Kriteria tersebut antara lain:
1. Lokalita,
pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi lokalita yang ada
sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan baku
dari sekitanya.
2. Perbaikan
tanah, pertanian organik berupaya menjaga, merawat, dan memperbaiki
kualitas kesuburan tanah melalui pemupukan organik, pergiliran tanaman,
konservasi lahan, dan sebagainya.
3. Meredam
polusi, pertanian organik dapat meredam polusi air dan udara dengan
menhindari pembuangan limbah dan pembakaran sisa-sisa tanaman secara
sembarangan serta menghindari penggunaan bahan sintetik yang dapat menjadi
sumber polusi.
4. Kualitas
produk, pertanian organik menghasilkan produk-produk pertanian berkualitas
yang memenuhi standar mutu gizi dan aman bagi lingkungan serta kesehatan.
5. Pemanfaatan
energi, pengelolaan pertanian organik menghindari sejauh mungkin
penggunaan energy dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil (pupuk
kimia, pestisida, dan bahan bakar minyak).
6. Kesempatan
kerja, para petani organik memperoleh kepuasan danmampu menghargai pekerja
lainnya dengan upah yang layak.
Ketahanan atau keberlanjutan dalam bidang pertanian
berkaitan dengan tingkat produktivitas pertanian. Produktivitas pertanian
tentunya dapat dipertahankan selama beberapa tahun di lokasi yang sama.
Pertanian berkelanjutan terkadang digunakan sebagai sinonim untuk pertanian
organik (Loomis dan Connor, 1992).
2.2.
Tujuan Pertanian Organik
Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui
pengembangan pertanian organik adalah sebagai berikut:
1.
Melindungi dan melestarikan keragaman
hayati serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.
2.
Memasyarakatkan kembali budidaya organik
yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas
lahan sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan.
3.
Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan
hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.
4.
Mengurangi ketergantungan petani terhadap
masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
5.
Meningkatkan usaha konservasi tanah dan
air, serta mengurangi masalah erosi akibat pengolahan tanah yang intensif.
6.
Mengembangkan dan mendorong kembali
munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimil iki petani secara turun
temurun, dan merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga
penelitian dan universitas.
7.
Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat
dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk,
dan bahan kimia pertanian lainnya.
Menurut Sutanto (2002)
adapun jangka pendek yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organikadalah
sebagai berikut:
1. Ikut
serta menyukseskan program pengentasan kemiskinan melalui peningkatan
pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang sempit.
2. Mengembangkan
agribisnis dengan jalan menjalin kemitraan antara petani sebagai produsen
dan para pengusaha.
3. Membantu
menyediakan produk pertanian bebas residu bahan kimia pertanian lainnya
dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.
4. Mengembangkan
dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya organik sebagai mata
pencaharian utama maupun sampingan yang mampu meningkatkan pendapatan
tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.
5. Mempertahankan
dan melestarikan produktivitas lahan, sehingga lahan mampu berproduksi
secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan
mendatang.
2.3.
Prinsip-Prinsip Pertanian Organik
1.
Prinsip Kesehatan
Pertanian
organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan,
manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.
2.
Prinsip Ekologi
Pertanian
organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja,
meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.
3.
Prinsip Keadilan
Pertanian
organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan
lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
4.
Prinsip Perlindungan
Pertanian
organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi
kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan
hidup.
2.4.
Perkembangan Pertanian Organik Di Indonesia
Pertanian organik
modern di Indonesia diperkenalkan oleh Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB), dengan
mengembangkan usahatani sayuran organik di Bogor, Jawa Barat pada tahun 1984
(Prawoto and Surono, 2005; Sutanto 2002). Pada tahun 2006, terdapat 23.605
petani organik di Indonesia dengan luas
area 41.431 ha, 0,09 % dari total lahan pertanian di Indonesia (IFOAM, 2008).
pada tahun 2008
meningkat secara tajam sebesar 409 % menjadi 208.535 ha. Pertumbuhan luas
pertanian organik dari tahun 2008 hingga 2009 tidak terlalu signifikan, hanya 3
%. Luas area pertanian organik Indonesia tahun 2010 adalah 238,872.24 ha,
meningkat 10 % dari tahun sebelumnya
(2009). Namun pada tahun 2011 menurun 5,77 % dari tahun sebelumnya
menjadi 225.062,65 ha. Penurunan terjadi Karena menurunnya luas areal pertanian
organik tersertifikasi sebanyak 13 %. Hal ini disebabkan karena jumlah pelaku
(petani madu hutan) tidak lagi melanjutkan sertifikasi produknya tahun 2011.
Semakin luasnya pertanian organik, diharapkan bisa memberikan manfaat yang lebih
luas dalam pemenuhan permintaan masyarakat akan pangan yang sehat dan
berkelanjutan. Pertanian organik saat ini telah berkembang secara luas, baik
dari sisi budidaya, sarana produksi, jenis produk, pemasaran, pengetahuan
konsumen dan organisasi/ lembaga masyarakat yang menaruh minat (concern) pada
pertanian organik.
Menurut Inawati
(2011), berkembangnya produsen dan komoditas organik ini karena pengaruh gaya
hidup masyarakat sebagai konsumen yang mulai memperhatikan pentingnya kesehatan
dan lingkungan hidup dengan menggunakan produk organik yang tidak menggunakan
bahan-bahan kimia sintetis buatan. Selain itu juga karena mulai berkembangnya
bisnis produk organik. Selain terus bertambahnya luas lahan yang digunakan
untuk pertanian organik, Aliansi Organis Indonesia juga mencatat semakin
meningkatnya jumlah produsen komoditas organik, demikian juga ragam komoditas
organik yang dibudidaya, merk dagang organik, dan pemasok ke pengecer seperti
super market dan restoran besar.
Luas areal
pertanian organik Indonesia tahun 2011 dikelola oleh ribuan produsen, termasuk
didalamnya petani kecil,yang umumnya tergabung dalam kelompok tani dan
disertifikasi dengan sistem ICS (Internal Control System). Dari beberapa tipe lahan
organik dalam SPOI 2011, total jumlah produsen adalah 12.512 (termasuk petani
kecil dan perusahaan). Nilai ini menurun 10 persen dari tahun 2010 (13.794).
Selain produsen, pelaku organik lainnya adalah prosesor dan eksportir sebanyak
71. Pelaku-pelaku organik lainnya di Indonesia yang tidak kalah pentingnya
adalah lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi baik nasional maupun internasional
dan pedagang yang sangat berperan dalam perkembangan pertanian organik di
Indonesia. Terdapat 8 lembaga sertifikasi Internasional yang teridentifikasi beroperasi
di Indonesia, yaitu : IMO (Institute for Market Ecology), Control Union, NASAA (National
Association of SustainableAgriculture of Australia), Naturland, Ecocert, GOCA
(Guaranteed Organic CertificationAgency), ACO (Australian Certified Organic), dan
CERES (Certification of Environmental Standards). Lembaga sertifikasi nasional
saat ini yang telah terakreditasi KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan diakui
OKPO (Otoritas Kompeten Pangan Organik) adalah: BIOcert (Bogor), INOFICE
(Bogor), Sucofindo (Jakarta), LeSOS, Mutu Agung (Depok), PT Persada
(Yogyakarta) dan LSO Sumbar (Padang).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Membangun Kebun Pertanian Organik
Walaupun membuat kebun organik jarang dilakukan oleh
sebagian orang, tapi ini tidak terlalu sulit untuk memulai berkebun organik.
Ini pada dasarnya sama dengan berkebun biasa hanya saja Anda tidak akan
menggunakan pupuk atau pestisida kimia sama sekali. Jika Anda sudah memiliki
kebun sayur dan Anda ingin membuatnya organik, itu adalah kesempatan yang baik
untuk beralih secara bertahap.
Salah satu tugas dasar yang Anda perlukan adalah
memulai membuat kebun organik adalah kompos. Anda dapat mulai dengan menggali
lubang kompos di sudut halaman Anda, di mana Anda sering membuang potongan
sayuran Anda, kulit buah, daun, pohon kering, dan bahan organik lain yang
biasanya akan membuang ke tempat sampah. Seiring waktu, sampah akan berubah
menjadi kompos.
Salah satu tantangan terbesar yang mungkin harus di
hadapi ketika memulai membuat kebun organik adalah menyingkirkan hama. Hal ini
sangat sulit jika menggunakan penyemprotan
pestisida pada tanaman, seperti apa yang kebanyakan orang lakukan. Dalam
berkebun organik, pestisida kimia tidak digunakan sama sekali. Tetapi perlu
untuk menemukan pengganti organik atau menemukan metode lain untuk merawat hama
pada tanaman.
Ada banyak pestisida alami yang dapat di gunakan untuk
memberantas hama kebun organik. Mungkin hanya perlu mencoba beberapa bahan
pembasmi hama alami, sebelum menemukan mana terbaik. Pestisida alami seperti :
Cabe rawit, abu kayu, jus lemon, tanah diatom, dan minyak nimba. Dalam kasus
apapun, yang terbaik adalah waspada sehingga dapat mengatasi masalah hama
sebelum hama merusak tanaman organik selain itu juga, bisa menggunakan
pestisida nabati untuk memberantas hama.
3.2.
Prinsip Dasar Budidaya Pertanian Organik
Prinsip Dasar Budidaya Pertanian Organik yang
dirumuskan oleh IFOAM, Internasional Federation Of Organic Agriculture
Movements
(IFOAM,
1992) tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyarpatan-persyarpatan
sebagai berikut :
1) Lingkungan
Lokasi kebun harus bebas dari
kontaminasi bahan-bahan sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan
dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang
tidak diizinkan. Lahan yang sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun
perlu konversi selama 2 tahun dengan pengelolaan berdasarkan prinsip pertanian
organik.
2) Bahan
Tanaman
Varietas yang ditanam sebaiknya yang
telah beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak
negative terhadap lingkungan.
3) Pola
Tanam
Pola Tanam hendaknya berpijak pada
prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju
pertanian berkelanjutan.
4) Pemupukan
dan Zat Pengatur Tunbuh
Bahan organik sebagai pupuk adalah
sebagai berikut :
·
Berasal dari kebun atau luar kebun yang
diusahakan secara orgoanik.
·
Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk
hijau, jerami, mulsa lain, urin ternak dan lain-lain bahan organik asalkan
tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
·
Pupuk buatan (mineral).
·
Urea, ZA, SP36/TSP dan KCL tidak boleh
digunakan.
·
K2SO4 (kalium sulfat) boleh digunakan
maksimal 40 kg/Ha, kapur, kieserite, dolomite, fosfat buatan boleh digunakan.
·
Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh
digunakan.
5) Pengelolaan
Organisme Pengganggu
·
Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh
digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM.
·
Pestisida hayati atau nabati
diperbolehkan.
3.3.
Langkah-Langkah Membangun Kebun Pertanian Organik
Di Indonesia pertanian organik mulai
populer di era 80-an. Dimana gerakan revolusi hijau yang digagas pemerintah
pada akhir tahun 70-an mulai menunjukkan dampak negatifnya. Penggunaan pupuk
dan obat-obatan kimia dituduh sebagai pemicu kerusakan lingkungan pertanian dan
kesehatan manusia.
Ada banyak dasar pemikiran yang
memotivasi seorang petani mempraktekkan pertanian organik. Praktek yang paling
ekstrim bahkan sangat meminimalkan intervensi manusia. Petani hanya bertugas
sebagai penebar benih dan pemetik hasil saja. Ada juga yang sangat longgar,
masih mentoleransi penggunaan bahan-bahan kimia sintetis tertentu apabila
diperlukan.
a. Penyiapan lahan
Lahan untuk pertanian organik harus
terbebas dari residu pupuk dan obat-obatan kimia sintetis. Proses konversi
lahan dari pertanian konvensional ke pertanian organik membutuhkan waktu
setidaknya 1-3 tahun. Selama masa transisi, produk pertanian yang dihasilkan
belum bisa dikatakan organik karena biasanya masih mengandung residu-residu
kimia.
Hal lain yang harus diperhatikan
adalah lingkungan disekitar lahan. Pencemaran zat kimia dari kebun tetangga
bisa merusak sistem pertanian organik yang telah dibangun. Zat-zat pencemar
bisa berpindah ke lahan organik kita karena dibawa oleh air dan udara.
Selain zat pencemar, pemakaian obat-obatan dari kebun
tetangga bisa menyebabkan hama dan penyakit lari ke lahan pertanian organik.
Tentunya hama akan mencari lahan-lahan yang bebas racun, dan sialnya kebun
organik akan menjadi sasaran empuk.
Untuk menyiasati hal tersebut, bisa
menggunakan tanaman pagar. Beberapa jenis tanaman pagar memiliki kemampuan
sebagai penyerap bau, bahan kimia, dan pengusir hama. Selain itu, hijauan dari
tanaman pagar bisa digunakan sebagai bahan pupuk organik.
b. Kondisi pengairan
Kondisi pengairan atau irigasi
menjadi penentu juga dalam pertanian organik. Akan menjadi sia-sia apabila kita
menerapkan pertanian organik sementara air yang mengaliri lahan kita banyak
mengandung residu bahan kimia. Tentunya lahan kita beresiko tercemar zat-zat
tersebut. Pada akhirnya produk pertanian organik kita tidak steril dari
racun-racun kimia.
Untuk mengakali hal ini, pilih lahan
yang mempunyai pengairan langsung dari mata air terdekat. Kalau sulit kita bisa
mengambil air dari saluran irigasi yang agak besar. Kadar residu kimia dalam
saluran air yang besar biasanya sangat rendah, dan airnya masih bisa digunakan
untuk pertanian organik. Hindari mengambil air dari limpahan kebun atau sawah
konvensional.
Selain itu, bisa juga dibuat unit
pemurnian air sendiri. Air dari saluran irigasi ditampung dalam sebuah kolam
yang telah direkayasa. Kemudian air keluaran kolam dipakai untuk mengairi kebun
organik.
c. Penyiapan benih tanaman
Benih yang digunakan dalam pertanian
organik harus berasal dari benih organik. Apabila benih organik sulit
didapatkan, untuk tahap awal bisa dibuat dengan memperbanyak benih sendiri.
Perbanyakan bisa diambil dari benih konvensional.
Caranya dengan membersihkan
benih-benih tersebut dari residu pestisida. Untuk menjadikannya organik, tanam
benih tersebut lalu seleksi hasil panen untuk dijadikan benih kembali. Gunakan
kaidah-kaidah pemuliaan dan penangkaran benih pada umumnya.
Jangan mengawetkan benih dengan
pestisida, fungisida atau hormon-hormon sintetis. Gunakan metode tradisional
untuk mengawetkannya. Benih yang dihasilkan dari proses ini sudah bisa
dikatakan benih organik. Hal yang perlu dicatat, benih hasil rekayasa genetika
tidak bisa digunakan untuk sistem pertanian organik.
d. Pupuk dan penyubur tanah
Pemupukan dalam pertanian organik
wajib menggunakan pupuk organik. Jenis pupuk organik yang diperbolehkan adalah
pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos dan variannya, serta pupuk hayati.
Untuk mengetahui lebih detailnya silahkan baca jenis-jenis pupuk organik.
Pertanian organik juga bisa
menggunakan penyubur tanah atau disebut juga pupuk hayati. Penyubur tanah ini
merupakan isolat bakteri-bakteri yang bisa memperbaiki kesuburan tanah. Saat
ini pupuk hayati banyak dijual dipasaran seperti EM4, Biokulktur, dll. Pupuk
hayati juga bisa dibuat sendiri dengan mengisolasi mikroba dari bahan-bahan
organik.
Dalam permentan bahan-bahan tambang
mineral alami seperti kapur dan belerang masih ditoleransi untuk digunakan pada
pertanian organik. Berikut daftar bahan mineral yang bisa digunakan dalam
pertanian organik:
·
Dolomit
·
Gipsum
·
Kapur
khlorida
·
Batuan
fosfat
·
Natrium
klorida
e. Pengendalihan hama dan penyakit
Pengendalian hama dalam pertanian
organik sebaiknya menerapkan konsep pengendalian hama terpadu. Hal-hal yang
terlarang adalah menggunakan obat-obatan seperti pestisida, fungisida,
herbisida dan sejenisnya untuk membasmi hama.
Pengendalian organisme penganggu
tanaman bisa memanfaatkan:
·
Pemilihan
varietas yang cocok.
·
Rotasi
tanaman.
·
Menerapkan
kultur teknis yang baik, seperti pengolah tanah, pemupukan, sanitasi lahan,
dll.
·
Memanfaatkan
musuh alami atau predator hama.
·
Menerapkan
eksosistem pertanian yang beragam, tidak monokultur.
Apabila terpaksa, misalnya terjadi
ledakan hama atau penyakit, bisa digunakan juga pemberantasan hama dengan
pestisida alami atau pestisida organik. Silahkan baca mengenai pestisida
organik.
f.
Penanganan
pasca panen
Proses pencucian atau pembersihan
produk hendaknya menggunakan air yang memenuhi standar baku mutu organik.
Hindari air yang sudah tercemar zat-zat kimia sintetsis. Gunakan juga peralatan
yang tidak terkontaminasi zat-zat kimia.
Dalam penyimpanan dan pengangkutan
produk organik sebaiknya tidak dicampur dengan produk non organik. Untuk
memberikan nilai tambah, sebaiknya kemas produk-produk organik dengan bahan
yang ramah lingkungan dan bisa di daur ulang.
g. Sertifikasi pertanian organik
Untuk kepentingan pemasaran dan
meningkatkan kepercayaan konsumen, ada baiknya produk organik disertifikasi.
Dewasa ini banyak lembaga yang bisa memberikan sertifikasi organik. Mulai dari
yang berbayar hingga gratis.
Kedepannya, Permentan Sistem
Pertanian Organik akan mengatur lembaga-lembaga sertifikasi organik. Tujuannya
untuk memudahkan kontrol dan melindungi konsumen pangan organik. Sebagai petani
produsen, kita harus pandai-pandai dalam memilih sertifikasi organik. Kita
harus bijak dalam mengeluarkan biaya sertifikasi. Jangan sampai biaya
sertifikasi menjadi beban.
Selain sertifikasi, bisa
dikembangkan alternatif lain untuk meyakinkan konsumen dengan kampanye.
Misalnya gerakan untuk membeli pangan lokal, semakin lokal semakin baik.
Jalinlah komunikasi dengan konsumen secara langsung. Undanglah sesekali
konsumen untuk melihat kebun produksi. Know your farm is know your food!
h. Pemasaran pertanian organik
Pola pemasaran produk pertanian
organik bisa menggunakan pola lama ataupun pola-pola baru. Hasil pertanian
organik masih bisa bersaing dipasar konvensional, karena meski biaya
operasionalnya lebih besar tapi
inpu-input produksinya lebih murah.
Namun apabila ingin mendapatkan insentif harga sebaiknya dijual ke pasar
moderen atau penjualan langsung.
1. Pasar tradisional
Pasar ini merupakan pasar pertanian tertua.
Untuk memasok pasar jenis ini biasanya melalui rantai para pedagang pengepul
dan tengkulak yang ada sampai hingga ke pelosok desa. Kelebihan sistem ini
adalah mudah. Petani tidak harus jemput bola tinggal nunggu di lahan, bahkan
biasanya proses panen pun dilakukan pedagang pengepul.
Banyak petani yang lebih nyaman
dengan sistem ini karena kemudahan tersebut. Bahkan beberapa tengkulang dan
pengepul mau meminjamkan modal untuk produksi musim tanam berikutnya. Walaupun
seringkali hal ini menjadi jeratan bagi petani.
Kelemahan dari sistem ini adalah
harganya yang rendah. Apalagi bila produk pertanian dibeli dengan sistem ijon
atau dibeli sebelum panen.
2. Pasar moderen
Ada dua pola untuk memasuki pasar
moderen, yaitu dengan memasoknya langsung dan melalui perusahaan pemasok. Untuk
memasok langsung, produsen harus memiliki modal dan relasi yang cukup. Karena
biasanya barang yang masuk tidak dibayar secara langsung. Hal ini bisa
disiasati dengan membentuk koperasi petani organik.
Sebagian petani organik, ada juga
yang menjual hasil panennya ke perusahaan pemasok pasar moderen. Dalam hal ini
yang mempunyai kontrak dengan pasar moderen adalah perusahaan pemasok. Petani
menjual kepada perusahaan pemasok.
3. Penjualan langsung
Alternatif dari sistem-sistem
pemasaran diatas adalah dengan melakukan penjualan langsung. Petani memasarkan
hasil panen secara langsung ke konsumen. Biasanya dalam bentuk paket-paket yang
disesuaikan dengan hasil panen.
Paket dikirimkan langsung ke
konsumen yang berlangganan. Jenis dan maca sayuran disesuaikan antara kebutuhan
konsumen dan musim tanam. Untuk menjalankan sistem seperti ini, petani wajib
menerapkan sistem multiklutur agar produk yang dihasilkan tidak monoton. Kalau
sulit dipenuhi sendiri, petani produsen bisa membentuk kelompok.
3.4.
Aspek Penting Dalam Kebun Pertanian
Organik
Dalam pertanian organik yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah mengikuti aturan berikut:
·
Menghindari
benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun
pertanian organik,
·
Menghindari
penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian
hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman,
·
Peningkatan
kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa
tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
·
Penanganan
pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.
3.5.
Permasalahan Pertanian Organik di
Indonesia
Berdasarkan perkembangan pertanian
organik periode tahun 2001 hingga 2006, ditemui beberapa permasalahan yang
terkait dengan budidaya, sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumber
daya manusia, kelembagaan dan regulasi.
a.
Budidaya
Permasalahan yang berkaitan dengan
budidaya pertanian organik antara lain :
1) Luas lahan yang menerapkan sistem
pertanian organik relatif kecil dan terletak di sekitar lahan budidaya non
organik (konvensional).
Lahan yang digunakan untuk budidaya pertanian organik secara
umum relatif kecil dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk
budidaya
pertanian non organik (konvensional). Hal ini terkait dengan kepemilikan lahan
petani yang kecil sehingga ketika petani tersebut merubah sistem budidayanya
menjadi pertanian organik, luas lahan
yang digarap atau diusahakan hanya seluas lahan yang dimilikinya. Demikian
halnya dengan lahan yang diusahakan oleh kelompok tani organik, luasannya masih
kecil karena tidak semua anggota dalam kelompok tani tersebut merubah budidaya
pertaniannya dari konvensional ke organik.
Kecilnya lahan yang diusahakan, juga terbentur pada lokasi
lahan yang berada di sekitar lokasi atau di tengah lokasi budidaya pertanian
konvensional. Posisi lokasi seperti ini menimbulkan beberapa kerawanan dalam
menjalankan budidaya pertanian organik dan menjaga status organik lahan, air
serta produk yang dihasilkan. Besar kemungkinkan, lahan yang diusahakan secara
organik terkena pencemaran pestisida kimia, pupuk kimia dan cemaran bahan kimia
lainnya dari pertanian konvensional melalui air dan udara.
2) Sumber air yang ada sudah tercemar pupuk,
pestisida dan bahan kimia lainnya.
Sumberdaya air sangat berperan dalam menunjang keberhasilan
usaha pertanian, tidak terkecuali pertanian organik. Budidaya pertanian organik
memiliki kekhasan yaitu dengan dipersyaratkannya minimal cemaran dari bahan-bahan
kimia sintetis yang berasal dari lingkungan sekitar.
Berkaitan dengan sumber daya air, saat ini kondisi sumber
air di sentra-sentra pertanian telah tercemar bahan kimia sintetis seperti
pupuk dan pestisida kimia. Kondisi ini menjadi masalah bagi petani organik,
karena untuk mendapatkan air yang bebas atau minimal bahan pencemar harus
dilakukan dengan cara:
·
Mencari
sumber air alternatif seperti sumur bor.
·
Membuat
saluran air dari bagian hulu sungai.
·
Mengolah
air terlebih dahulu dengan cara mengendapkan atau memberi perlakuan agar
dihasilkan air yang sudah tidak tercemar.
3) Kawasan lahan budidaya berada jauh
dari akses transportasi.
Salah satu lokasi yang sesuai untuk budidaya pertanian
organik adalah di daerah yang masih minim pencemaran lingkungannya. Lokasi
seperti ini biasanya berada jauh dari akses transportasi. Padahal transportasi
merupakan salah satu sarana untuk mendistribusikan sarana pertanian dan membawa
hasil pertanian organik.
Minimnya akses transportasi pada lokasi-lokasi yang memenuhi
syarat untuk budidaya pertanian organik (karena minim pencemaran lingkungan)
menimbulkan beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya
mendistribusikan bahan input atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan
pestisida organik, benih, dan peralatan kerja; (b). sulitnya membawa
hasil/produk pertanian organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya untuk
transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian organik.
4) Benih Organik belum cukup tersedia
Minimnya benih organik disebabkan karena institusi penghasil
benih (kelompok tani atau perusahaan benih) belum memproduksi benih organik.
Oleh karena itu benih yang digunakan oleh petani organik, saat ini pada umumnya
masih berupa benih konvensional.
5) Tidak semua varietas adaptif
terhadap budidaya pertanian organic
Pola budidaya pertanian organik lebih mengutamakan daya
adaptif tanaman/varietas terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Beberapa
varietas tidak cukup adaptif terhadap pola budidaya dan kondisi lingkungan yang
tercipta oleh sistem ini. Hal ini dikarenakan varietas tersebut telah
dikondisikan untuk adaptif pada pupuk kimia, pestisida kimia dan perlakuan
budidaya lainnya secara konvensional.
6) Sulit mencari petakan lahan untuk
budidaya.
Tidak semua lokasi memenuhi syarat untuk dijadikan lokasi
pertanian organik, karena ketidaksesuaian kondisi lingkungan mikro dan makro.
Kondisi lingkungan tersebut meliputi: kualitas air, konversi lahan, lingkungan
sekitar lokasi budidaya.
7) Serangan hama/penyakit tanaman
Keberhasilan usaha pertanian organik juga terkait dengan
faktor nutrisi tanaman dan gangguan/serangan hama dan penyakit tanaman. Kondisi
yang terjadi saat ini, faktor nutrisi tanaman telah dapat diatasi dengan
baikdengan dihasilkannya beragam nutrisi tanaman yang berstatus organik. Lain
halnya dengan bahan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman masih sedikit
dan terbatas pada jenis hama dan penyakit tertentu. Kondisi ini menyebabkan
masih tingginya serangan hama dan penyakit tanaman yang belum bisa diatasi oleh
pelaku pertanian organik.
8) Penyakit hewan
Penyakit hewan saat ini meningkat kejadiannya dan jenis
penyebabnya. Penyakit hewan ini juga menginfeksi ternak yang dibudidayakan
secara organik. Diperlukan jenis obat dan vitamin yang memenuhi kriteria
organik untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit hewan. Saat ini jenis
obat dan vitamin hewan tersebut belum tersedia secara luas.
9) Adaptasi dan Perawatan
Ternak besar memerlukan adaptasi yang relatif lama untuk
dapat menyesuaikan diri dengan pola budidaya ternak organik. Adaptasi ini
diperlukan untuk menyesuaikan jenis pangan, vitamin, obat dan sistem perawatan
dalam peternakan organik. Ternak tersebut juga memerlukan perawatan yang intens
sebagai budidaya secara organik.
b.
Sarana Produksi
Permasalahan yang berkaitan dengan
sarana produksi pertanian organik antara lain :
1. Belum tersedia secara merata pupuk
kompos/pupuk organik.
2. Pupuk organik digunakan pada
pertanian organik untuk memperkaya hara dalam tanah dan menyehatkan tanaman.
Pupuk organik dapat berupa pupuk padat (kompos) atau pupuk cair yang digunakan
untuk
daun
atau buah. Sebaran usaha pertanian organik yang luas belum ditunjang oleh
produksi dan distribusi pupuk organik.
3. Belum banyak tersedia pestisida
organik untuk hama/penyakit tanaman.
4. Sama halnya dengan pupuk organik,
penyediaan pestisida organik juga mengalami kendala dalam hal produksi, jenis
hama dan penyakit tanaman yang dapat dikendalikan, serta distribusinya ke
masyarakat/petani organik.
5. Belum banyak obat hewan organik.
6. Obat hewan dengan status obat hewan
organik belum banyak tersedia dipasaran, hal ini akan menyulitkan peternak
organik untuk merawat dan meningkatkan kesehatan ternaknya.
7. Perlu investasi mahal pada awal
pengembangan karena harus memilih lahan yang bebas dari bahan agrokimia
sintetis.
8. Harga sarana produksi organik
relatif lebih mahal dan tingkat ketersediaannya di pasar terbatas.
9. Teknologi penyediaan sarana produksi
organik belum tersedia dengan mudah di tingkat lapangan/petani.
c.
Pengolahan
Permasalahan yang berkaitan dengan
pengolahan pangan organik antara lain :
1. Peralatan masih digunakan bersama
untuk mengolah pangan organik dan non organik. Hal ini karena petani/peternak
tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan peralatan yang khusus digunakan
untuk pengolahan pangan organik.
2. Belum banyak produk pangan organik
olahan. Saat ini dipasaran lebih banyak dijumpai pangan organik segar. Masih
sedikit pangan organik yang telah diolah, sehingga konsumen masih memiliki
keterbatasan untuk mengkonsumsi/memilih produk pangan olahan organik.
3. Belum banyak informasi mengenai
pengolahan pangan organik. Informasi mengenai pengolahan pangan organik belum
banyak dihasilkan dan disosialisasikan.
4. Minimnya ketersediaan bahan pembantu
(pemanis, pewarna, pengawet) dalam pengolahan pangan organik. Pengolahan pangan organik memerlukan bahan
tambahan pangan berupa pemanis, pewarna atau pengawet. Dalam hal pangan organik
maka diperlukan bahan-bahan tersebut yang berkategori boleh digunakan untuk
pengolahan pangan organik. Saat ini ketersediaan bahan tambahan pangan tersebut
dipasaran masih sangat terbatas.
5. Keterbatasan bahan kemasan yang
memenuhi syarat untuk pangan organik. Pangan yang telah diolah perlu dikemas
dalam kemasan yang dapat menjaga kualitas pangan. Kemasan yang masuk dalam
kategori kemasan organik masih sedikit tersedia dipasaran.
d.
Pemasaran
Permasalahan yang berkaitan dengan
pemasaran pangan organik antara lain:
1. Minimnya pengetahuan teknis dan
jalur-jalur pemasaran yang dikuasai oleh pelaku pengusaha organik.
2. Jalur-jalur pemasaran pangan organik
masih sedikit dan menganut pemasaran konvensional, sehingga berisiko untuk
tercampur dengan pangan non organik.
3. Mahalnya biaya transportasi pangan
organik. Lokasi yang jauh dan minimnya sarana transportasi menyebabkan biaya
transportasi/distribusi pangan organik dari lahan ke pasar menjadi tinggi.
4. Minimnya tempat yang khusus dan
memenuhi syarat untuk menjual pangan organik.
5. Produsen atau pemasar pangan organik
belum seluruhnya menggunakan tempat yang dikhususkan untuk memasarkan pangan
organik. Masih terdapat pangan organik yang dipasarkan bersama-sama dengan
pangan an-organik.
6. Tempat pemasaran produk organik
masih sedikit. Pemasaran pangan organik masih terkonsentrasi di kawasan
tertentu, belum menyebar secara merata di setiap wilayah konsumen.
7. Mahalnya listing fee untuk setiap produk yang akan
dipasarkan di supermarket.
8. Produsen pangan organik umumnya
petani atau kelompok tani yang tidak terlalu kuat secara finansial. Pemasaran
menggunakan jaringan supermarket dapat meningkatkan volume penjualan, namun
terkendala oleh biaya listing fee yang cukup tinggi dan sistem pembayaran dalam
jangka waktu cukup lama di belakang.
9. Kemasan kurang menarik. Pangan
organik yang dipasarkan belum dikemas secara baik dan menarik, sehingga masih
memunculkan kesan yang kurang menarik.
10. Produk lokal/dalam negeri bersaing
dengan produk impor. Produk impor pangan organik mulai banyak diperdagangkan di
Indonesia. Produk impor lebih banyak produk pangan organik olahan dan
diperdagangkan di tempat-tempat (supermarket) berjaringan internasional.
11. Produk yang dipasarkan belum
memiliki sertifikat organic
12. Belum ada insentif harga yang
memadai untuk produsen produk pertanian organik
13. Belum ada kepastian pasar, sehingga
petani enggan memproduksi komoditas tersebut
e.
Sumberdaya Manusia
Permasalahan yang berkaitan dengan
sumber daya manusia untuk pengembangan
pertanian organik antara lain : Minimnya jumlah sumber daya manusia yang
mempunyai kompetensi dalam bidang pertanian organik, baik petugas pembina,
peneliti dan inspektur pertanian organik maupun pelaku usaha/petani
f.
Kelembagaan
Permasalahan yang berkaitan dengan
kelembagaan pertanian organik meliputi :
1. Kelembagaan sertifikasi . Lembaga
sertifikasi pangan organik yang terakreditasi (2007) baru ada 1 perusahaan (instansi) yaitu PT.
Sucofindo.
Minimnya lembaga sertifikasi ini menyebabkan masih mahalnya biaya sertifikasi.
2. Kelembagaan di tingkat petani.
Kelembagaan di tingkat petani masih lemah. Pertanian organik sebaiknya dikelola
dalam bentuk kelompok tani untuk meningkatkan luasan area pertanian organik,
kemudahan penyediaan sarana produksi dan pemasarannya.
3. Kelembagaan di tingkat pusat.
Kelembagaan di tingkat pusat belum bersinergi dengan baik untuk menghasilkan
kebijakan dan implementasi program secara terencana dan terkoordinasi dengan
baik.
4. Kelembagaan di tingkat daerah. Di
tingkat daerah, kelembagaan yang menangani pangan organik baik milik swasta
maupun pemerintah belum banyak terbentuk, sehingga menyebabkan pengembangan
pangan organik masih berjalan secara parsial.
g.
Regulasi dan Pedoman
Permasalahan yang berkaitan dengan
regulasi pertanian organik antara lain:
1)
Regulasi
masih bersifat umum.
2)
Regulasi
pangan organik masih bersifat umum berupa SNI.
3)
Sistem
Pangan Organik dan masih sedikit regulasi yang bersifat khusus yang mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan pertanian organik.
4)
Minimnya
panduan/regulasi yang bersifat teknis dan praktis. Masih terbatas regulasi
teknis dan praktis yang berkaitan dengan pertanian/pangan organik menyebabkan
terjadinya perbedaan dalam aplikasi usaha pertanian/pangan organik.
5)
Belum
tersebarnya/tersosialisasi regulasi dan pedoman yang telah ada secara luas dan
merata.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Pertanian organik merupakan sebuah bentuk solusi baru guna
menghadapi ‘kebuntuan’ yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya
intervensi barang-barang sintetis dalam dunia pertanian sekarang ini. Dapat
disaksikan, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah
dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni.
Aspek penting dalam membangun
pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah
mengikuti aturan berikut:
·
Menghindari
benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun
pertanian organik,
·
Menghindari
penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian
hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman,
·
Peningkatan
kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa
tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
·
Penanganan
pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.
Berdasarkan perkembangan pertanian
organik periode tahun 2001 hingga 2006, ditemui beberapa permasalahan yang
terkait dalam membangun kebun pertanian organik yaitu dalam kegiatan budidaya,
sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumber daya manusia, kelembagaan
dan regulasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutanto, Rachman. 2002.
Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta
Standar Nasional Indonesia 6729:2013 tentang Sistem
Pertanian Organik.
Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Nurhidayati, dkk. 2008. E-book Pertanian Organik : Suatu Kajian Sistem Pertanian Terpadu dan
Berkelanjutan. Malang : Universitas Islam Malang.
Sutanto,R. 2006. Pertanian Organik. Yogyakarta: Gramedia
Soetriono, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang:
Bayumedia
Sihotang,
B. 2009. Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan dengan Pertanian Organik.http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/submenu/informasi/berita/detailberita/100/1664.
14 Juli 2009. Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2016
http://www.pusattesis.com/pertanian-organik-pengertian-dan-tujuan-pertanian-organik/
diunduh tanggal 21 Oktober 2016
http://dokumen.tips/documents/makalah-pertanian-organik-55f7ef8ba96cb.html diunduh tanggal 26
Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar